Secara letak geografis, Pesantren ini berada di desa Karangbong, kec. Pajarakan, kab. Probolinggo. Pesantren ini banyak dikenal dengan nama Pesantren Genggong. Nama ini diambil dari sebuah bunga yang banyak tumbuh di sekitar pesantren. Bunga tersebut sering digunakan untuk keperluan masyarakat seperti acara pernikahan dan lain sebagainya.
Sebelum berdirinya pesantren, ideologi masyarakat sangatlah tertinggal. Masyarakat saat itu sama sekali belum berperadaban. Mereka sangat akrab dengan aktivitas perjudian, perzinaan, perampasan hak milik orang lain, dan beberapa perilaku yang sangat jauh dari norma-norma ajaran Islam. Dengan latar belakang itulah, muncul sosok KH. Zainal Abidin yang menyerahkan dan mendedikasikan dirinya demi kemajuan ideologi masyarakat sekitar. Masyarakat juga meyakini bahwa KH. Zainal Abidin adalah sosok yang layak disandangi predikat Kiai sebagai sosok yang paham dan mahir dalam ilmu keagamaan.
Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, pesantren ini didirikan pertama oleh KH. Zainal Abidin pada tahun 1839 M/1255 H. Di awal berdirinya, pesantren ini hanya seluas 10 meter persegi; hanya terdiri dari musholla tempat santri shalat jamaah dan ngaji kepada KH. Zainal Abidin dan beberapa bilik kamar santri. Di awal berdirinya, yang terlibat ngaji kepada beliau merupakan santri ‘kalong’ (santri yang tidak menetap di pesantren).
Keberkembangan pesantren ini semakin terlihat sejak KH. Zainal Abidin berkeyakinan bahwa KH. Moh. Hasan merupakan sosok yang layak untuk mengemban pondok Genggong di kemudian hari. Akhirnya KH. Zainal Abidin menjodohkan KH. Moh. Hasan dengan salah satu putrinya yang bernama Ny. Hj. Ruwaidah pada tahun 1868 M/1284 H. Bersamaan dengan pernikahan itu, sebagaimana dikatakan oleh KH. Moh. Hasan Saiful Islam, KH. Moh. Hasan mulai diamanahkan untuk mengembangkan Pondok Genggong ini. Sejak saat itu, masyarakat mulai berbondong-bondong untuk memondokkan anaknya di pesantren ini.
Dari pernikahannya dengan Ny. Hj. Ruwaidah ini beliau memiliki putra sulung yang bernama KH. Ahmad Nahrawi. Sosok yang juga banyak berperan dalam berkembangnya pesantren ini. Berkat bimbingan mertuanya; KH. Zainal Abidin, dan juga berkat bantuan putra sulung beliau dan beberapa cucu-cucu kesayangan beliau, pesantren ini semakin berkembang pesat dari tahun ke tahun. KH. Ahmad Nahrawi banyak memprakarsai perluasan pondok sehingga menjadi 10 Hektar.
Berikutnya, di era KH. Hasan Saifourridzal (1952-1991 M) pesantren ini mulai mengalami perkembangan secara signifikan. Berdirinya beberapa lembaga pendidikan banyak diprakarsai oleh beliau. Termasuk juga pembangunan masjid sebelah utara, beberapa gedung madrasah, beberapa gedung asrama santri, dan infrastruktur pendukung dalam aktivitas belajar mengajar santri lainnya. Sejarah mencatat, banyak lembaga yang berdiri di era beliau.
Hingga saat ini pesantren ini dinahkodai oleh khalifah KH. Hasan Saifourridzall yakni KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah (1991-Sekarang). Pesantren ini kembali mengalami beberapa perkembangan lembaga, semisal dalam jenjang perguruan tinggi seperti UNHASA dan Ma’had Ali. Atau banyak dalam jenjang SLTA semisal SMA Unggulan, MA Model, dan lain sebagainya. Semua ini merupakan manifestasi bahwa dari bilik pesantren, santri juga digadang untuk dapat mewarnai kebutuhan zaman yang merupakan keniscayaan serta demi kemaslahatan umat dan kebermanfaatan seorang hamba bagi sekitar dan sesama.