KH. MOH. HASAN ABDEL BAR: MENGENAL PERJUANGAN SANG MURSYID
KH. MOH. HASAN ABDEL BAR: MENGENAL PERJUANGAN SANG MURSYID
Nama : KH. Moh. Hasan Abdel Bar
Lahir : Ahad, 17 Rabi’ul Tsani 1377 H / 10 November 1957 M
Wafat : Ahad, 30 Agustus 2020 M
Riwayat pendidikan :
• Pesantren Zainul Hasan Genggong
• Pesantren Raudlatul Ma’ruf Al-Hasaniah Pasuruan
• Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus, Jawa Tengah
• Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang
• Universitas Islam Indonesia (UII Yogyakarta)
• Universitas Al- Azhar Kairo, Mesir.
KH. Moh. Hasan Abdel Bar salah satu pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong. Selain mengemban amanah sebagai pengasuh, beliau juga menjadi pengasuh di Pondok Salaf yang beliau rintis sendiri sejak tahun 1997 M, yaitu pondok Barokatu Zainil Hasanain yang saat ini berubah nama menjadi Pondok Zainul Hasanain.
Beliau merupakan ulama yang dikenal sangat tegas dalam urusan hukum Islam (fikih). Beliau juga banyak menghabiskan waktu dengan membimbing ruhani para santri dan masyarakat. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat ramah, murah senyum, penuh perhatian, humoris dan sangat mengayomi. Itulah yang menggores kesan tersendiri di benak para santri dan masyarakat. Selain itu, beliau juga gemar mengikuti kegiatan tarekat seperti sang kakek.
Selama berada di Mesir, beliau kerap kali menghadiri beberapa majelis tarekat yang ada di sana. Sepulangnya dari Mesir, beliau mengetahui bahwa sang kakek merupakan seorang mursyid dari Thariqah Naqsabandiyah Ali Ba’alawi. Sekitar tahun 1998 M di saat beliau berusia 41 tahun, beliau melakukan segala upaya mencari santri yang belajar langsung ilmu tarekat ini kepada sang kakek, Kiai Sepuh. Di tengah upaya pencarian tersebut beliau tertidur. Tanpa disangka Kiai Sepuh datang dan membangunkan beliau seraya menepuk-nepuk paha beliau dengan berkata; “jegeh-jegeh, duliyen been baiat thoriqoh entar ke Bucor.” Jika diterjemahkan; bangun-bangun, bergegaslah baiat tarekat ke Bucor.
Setelah bangun, beliau pun langsung berangkat menjalankan perintah dari sang kakek walaupun beliau tidak tahu harus pergi menemui siapa. Karena dalam keadaan bingung, tidak tahu kepada siapa harus meminta petunjuk, akhirnya beliau mendatangi KH. Sufyan Miftahul Arifin yang berasal dari kecamatan Seletreng, kabupaten Situbondo yang merupakan santri senior Pesantren Zainul Hasan Genggong. Namun, Kiai Sufyan tidak berkenan seraya mengatakan bahwa di daerah Pakuniran ada seorang mursyid putra dari mursyid sebelumnya. Di dalam kegelisahan tersebut, beliau juga sowan ke maqbaroh Nun Abdul Jalil memohon petunjuk kepada Allah agar diberikan kemudahan. Setelah mendapatkan titik terang, kemudian beliau mendatangi seorang kiai tersembunyi di daerah Bucor Wetan, Pakuniran, Probolinggo yang bernama Kiai Ahmad bin Kiai Tuki. Akhirnya beliau berbaiat tarekat kepada Kiai Ahmad dan mengamalkannya dengan istiqomah dan bersungguh-sungguh.
Dalam perjalannya sebagai seorang salik, beliau juga sering didatangi Alm. Nun Abdul Jalil dalam keadaan yaqadzah (terjaga, bukan mimpi), dan memberikan bimbingan bagaimana cara berdzikir tarekat yang benar. Hingga pada akhirnya tiga tahun sebelum Kiai Ahmad wafat, seraya meminta maaf, Kiai Ahmad menyerahkan kemursyidan beliau dalam thoriqoh Naqsabandiyah Ali Ba’alawi kepada KH. Moh Hasan Abdil Bar dan mengajari beliau bagaimana cara membaiat.
Tepat pada tanggal 30 agustus 2020 M, hari Ahad sekitar pukul 18.20 WIB beliau menghembuskan nafas terakhir di RS. Waluyo Jati Kraksaan dengan tasbih yang melingkar di kedua tangannya. (Alfa)
Sumber : Arsip Majalah Genggong