Haul Ke-35 KH. Hasan Saifourridzall: Momentum Spiritualitas dan Keteladanan Sang Pejuang Kemerdekaan NKRI
GENGGONG – Momentum penuh hikmah, mengenang sosok ulama karismatik yang tidak hanya berjasa dalam bidang pendidikan dan dakwah, tetapi juga dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Haul ke-35 Almarhum Al-‘Arif Billah KH. Hasan Saifourridzall digelar pada Selasa malam (27/05/2025), di Masjid Jami’ Al-Barokah Pesantren Zainul Hasan Genggong. Ribuan jamaah dari berbagai kalangan, mulai dari para ulama, habaib, pejabat, santri, alumni, dan simpatisan hadir memadati kawasan area pondok pesantren demi mengharap barokah Sang Guru, utamanya Shohibul Haul Almarhum Al-‘Arif Billah KH. Hasan Saifourridzall.
Acara diawali dengan pembacaan Maulid Nabi oleh Hadrah Al Hasanain Genggong, dilanjutkan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan manakib KH. Hasan Saifourridzall yang dibawakan langsung oleh Gus dr. Moh. Haris, M.Kes., Bupati Probolinggo sekaligus cucu pertama Almarhum Al-‘Arif Billah KH. Hasan Saifourridzall.
Dalam manakibnya, Gus Haris mengajak para hadirin meneladani sosok kakeknya, KH. Hasan Saifourridzall, melalui untaian pantun yang penuh makna dan nuansa cinta kepada ulama:
Jalan-jalan ke Pasar Pajarakan,Mampir sebentar beli tape manis,Haul ini bukan hanya kenangan,Tapi bukti cinta yang tak pernah habis.
Pantun tersebut menjadi pembuka yang menggugah suasana majelis, menyampaikan bahwa haul bukan sekadar kenangan tahunan, tetapi wujud cinta sejati kepada para pendahulu yang telah berjuang lahir dan batin untuk agama dan bangsa. Gus Haris juga menegaskan bahwa KH. Hasan Saifourridzall adalah pejuang sejati yang semangat kebangsaannya telah tumbuh sejak masa muda. “Beliau lahir 28 Oktober 1928, bertepatan dengan momentum Sumpah Pemuda. Ini bukan kebetulan, karena sejak muda beliau aktif dalam barisan pejuang pasukan Ansoruddinillah hingga Hizbullah,” ungkap Gus Haris.
Tak hanya sebagai ulama dan pejuang, KH. Hasan Saifourridzall dikenal pula sebagai seniman, politisi, bahkan akademisi. Sosoknya yang santun, sederhana, dan penuh cinta kepada orang tua menjadi teladan bagi santri dan masyarakat umum. “Nilai birrul walidain sangat kuat dalam diri beliau. Keluar ke musala saja beliau pamit dan mencium kaki sang ibunda,” ujar Gus Haris.
Acara dilanjutkan dengan ceramah agama oleh KH. Ahmad Chalwani Nawawi, Ra’is Jam’iyah Ahlith Thariqah Mu’tabarah An-Nahdliyah sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan, Purworejo, Jawa Tengah. Dalam tausiah-nya, KH. Chalwani mengingatkan jamaah tentang pentingnya adab, keikhlasan, dan kekuatan ruhani para pejuang Islam, khususnya kalangan pesantren. “Dalam bahasa Arab, kata haul itu bisa berarti tiga makna: kekuatan (power), sekitar (radius), dan tahun. Ini menandakan bahwa haul bukan hanya mengenang, tapi menyalurkan kekuatan spiritual yang memancar luas,” tutur KH. Chalwani.
Beliau juga mengingatkan pentingnya etika ziarah, membaca basmalah dan doa perlindungan saat bepergian, serta bahaya meninggalkan majelis ilmu. “Dalam sebuah hadis diungkapkan bahwa apabila seseorang tidak mengaji selama 40 hari, akan datang dua penyakit di dalam dirinya, yaitu kerasnya hati dan mudah terjerumus dosa besar,” tegasnya.
KH. Ahmad Chalwani Nawawi turut menyinggung peran besar kalangan pesantren dalam perjuangan melawan penjajah. “Yang paling berani menentang penjajahan Belanda di Tanah Jawa adalah para santri. Lihatlah Pangeran Diponegoro atau Ontowiryo, mereka adalah santri yang berani angkat senjata karena cinta tanah air,” ujarnya penuh semangat.
Setelah ceramah agama dibawakan, selanjutnya pembacaan Yasin yang dibacakan oleh KH. Moh. Hasan Maulana dan pembacaan tahlil yang dibacakan oleh KH. Moh. Hasan Zidni Ilma dan ditutup dengan doa bersama yang kembali dipimpin oleh KH. Ahmad Chalwani Nawawi, dengan membaca doa tawasul sebagai penegasan bahwa semangat perjuangan, ilmu, dan keteladanan KH. Hasan Saifourridzall terus hidup di hati para hadirin yang hadir. (Zaka/Kak)
Rate this post